Sorry, your browser does not support JavaScript!
Scroll to top
 

Apa itu Smart City?

Bagian 1 dari rangkaian artikel tentang SMART CITY
Informasi Publik
Oleh ADMINISTRATOR
28 Nov 2019, 13:31:30 WIB

Apa itu Smart City?
Ilustrasi "Smart City"

Untuk mendefinisikan istilah “Smart City” atau dalam bahasa Indonesia “Kota Cerdas”, pertama-tama saya tertarik untuk mendefinisikan berdasarkan makna kata-kata penyusunnya, yakni “Smart” dan “City”. Kata “Smart” atau “Cerdas” dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk menangkap, merasakan, dan memproses pesan atau data masukan, dan meresponnya secara cepat dan tepat. Analoginya mirip dengan kecerdasan manusia yang mampu menangkap berbagai data lingkungan disekitarnya melalui panca inderanya dan meresponnya secara cepat dan tepat. Contohnya saat mata kita melihat sebuah sepeda motor akan menabrak kita maka otak akan memerintahkan tubuh kita secara cepat menghindarinya. Sementara kata “City” atau “Kota” menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 Pasal 1 dapat didefinisikan sebagai sebuah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang memiliki batasan administrasi yang telah diatur dalam perundang-undangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak serta ciri kehidupan perkotaan.

Dari makna kata-kata penyusunnya, Smart City atau Kota Cerdas dapat didefinisikan sebagai sebuah kota yang memiliki kemampuan proaktif mengidentifikasi dan mengumpulkan data-data dari berbagai komponen kota (baik komponen fisik maupun sosial) untuk selanjutnya memproses dan meresponnya secara cepat dan tepat.

Smart City pada hakekatnya adalah Cyber-Physical-Social systems dalam lingkup kota, yakni sebuah sistem yang mengintegrasikan sistem fisik kota, sistem sosial, dan sistem digital melalui media siber (Internet). Sistem fisik kota mencakup berbagai sarana-prasarana pendukung kehidupan kota, seperti: gedung, jembatan, jaringan listrik, sungai, jalan, kantor, stasiun, terminal, bandara, infrastruktur komunikasi, dan lain-lain. Sementara sistem sosial kota mencakup berbagai lingkungan manusia dan individu yang ada di dalam kota mencakup pemerintah kota, komunitas, keluarga, pasar, masyarakat umum, maupun individu warga kota. Sedangkan sistem digital kota mencakup sensor, jaringan komputer, komputasi, dan kontrol, data center, dan lain-lain.

Cyber-Physical-Social systems sebuah Smart City mirip dengan sistem tubuh manusia. Kecerdasan membutuhkan media input. Panca indera tubuh manusia (mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit) adalah media “perasa”, penangkap, dan pengumpul masukan (input) bagi kecerdasan manusia, sementara dalam sistem Smart City fungsi media input ini dilakukan oleh CCTV dan sensor yang dipasang di berbagai komponen kota, seperti CCTV lalu lintas, CCTV analitik obyek, sensor ketinggian air sungai, sensor polusi udara dan air, sensor kepadatan lalu lintas, sensor suara untuk mengukur kegaduhan suatu area, sensor cahaya untuk lampu penerangan otomatis, sensor suhu, sensor kecepatan kendaraan yang melintas, sensor load cell untuk mengukur beban obyek yang melintas jembatan, dan sensor tekanan untuk mengukur.

Sementara analogi otak manusia untuk memproses dan menyimpan data-data masukan dari panca indera dalam sistem Smart City dapat dilakukan prosesor, mikrokontroler, Digital/Network Video Recorder, Hard disk, maupun SD card. Respon dari hasil pemroses data input dalam analogi tubuh manusia dapat berupa ucapan atau gerakan tubuh, sementara dalam sistem otomatisasi Smart City dapat berupa tampilan informasi di LCD, luaran suara di speaker atau berupa luaran gerak yang dilakukan oleh aktuator (Gambar 1.1)

Gambar 1.1. Analogi komponen cyber-physical system pendukung kecerdasan Smart City

 

Definisi lain yang lebih komprehensif dengan mengkombinasi dan mengekstrak berbagai referensi akademik Smart City, yakni bahwa Smart City adalah sebuah kategorisasi kota sekaligus sebuah konsep pengembangan dan pengelolaan kota dengan memberdayakan (memanfaatkan secara optimal) teknologi terkini secara intensif [5] (termasuk jaringan komputer, sensor, internet of things, cloud computing, big data, data analytic, space/geographical information integration, dan lain-lain) guna mengintegrasikan sistem manusia dengan sistem fisik kota dan sistem digital sehingga mampu secara kreatif dan inovatif :

  • Merasakan, mendengar, menangkap, memahami dan merespon kebutuhan warganya secara proaktif, cepat, dan tepat;
  • Memonitor, mengontrol, mengkomunikasikan, menyampaikan, dan meningkatkan kualitas layanan publik dan layanan kota lainnya seperti transportasi, listrik, lingkungan hidup, keamanan, dan layanan kondisi darurat [2,4];
  • Memonitor kondisi-kondisi infrastruktur penting kota, merencanakan aktivitas-aktivitas perawatan, dan meningkatkan keamanannya;
  •  Mengoptimalkan pemanfaatan sumber-daya kota secara efisien dan berkelanjutan [1,2];
  •  Meningkatkan efisiensi operasional dan layanan kota;
  •  Meningkatkan kenyamanan untuk tinggal (livable);
  •  Meningkatkan kualitas hidup/kesejahteraan warganya (quality of life) [3];menjaga kesetaraan bagi semua warga masyarakat (equity);
  •  Memastikan perkembangan dan keberlangsungan kota di masa mendatang dan memenuhi kebutuhan generasi saat ini maupun mendatang (sustainable) baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan [6,7];
  •  Meningkatkan kemampuan bersaing kota (competitiveness) [6,7];
  •  Meningkatkan ketangguhan kota dalam mengantisipasi dan segera pulih dari akibat bencana, kriminalitas, dan berbagai potensi resiko lainnya (resilience).

 

Source: 

Smart City, Konsep Model dan Teknology

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Editor : Tony Dwi Susanto

 

Tinggalkan komentar Anda via CommentBox


Tulis komentar